Undang - Undang Perlindungan Guru

Assalamualaikum wr wb,,,,,,,,,,,, Selamat pagi rekan-rekan guru semua yang berada diseluruh Indonesia, pagi ini sunan kali sewo akan membagikan informasi menegani........

Guru SD dari Majalengka, Jawa Barat, Aop Saopudin, harus berhadapan dengan hukum karena mendisiplinkan siswanya yang berambut gondrong. Selain itu, Aop malah dicukur balik oleh orang tua siswa, Iwan Himawan.




Hasilnya yaitu Aop dibebaskan Mahkamah Agung (MA) dan Iwan dipenjara 3 bulan. Meski kasus ini telah selesai divonis MA, tetapi kasus ini menyentuh nurani terkait kebebasan akademik guru dalam mendidik siswanya, tidak hanya semata-mata mengajar.
"Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah," demikian definisi guru sebagaimana dikutip dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008, Senin (4/1/2016).
Dalam mendidik, mengajar, membimbing hingga mengevaluasi siswa, maka guru diberikan kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada. Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment kepada siswanya tersebut.
"Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulismaupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 ayat 1.
Dalam ayat 2 disebutkan, sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
"Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru,
dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing," papar Pasal 40.
Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja.
"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihakpeserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain," tegas Pasal 41.
Ternyata aturan yang sudah tegas dan lugas di PP 74 tahun 2008 tidak diindahkan oleh kepolisian, kejaksaan, Pengadilan Negeri (PN) Majalengka dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Dalam menangani Aop, mereka melakukan pendekatan pidana murni dan mengabaikan fungsi dan peran Aop sebagai guru. Polisi dan jaksa menilai Aop melakukan perbuatan diskriminasi anak, penganiayaan anak dan perbuatan tidak menyenangkan.
Untungnya, palu keadilan diketok MA dengan membebaskan Aop. Dalam 'kalimat sakti' untuk membebaskan Aop, majelis kasasi yang diketuai hakim agung Salman Luthan menyatakan Aop mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa. Apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
Tapi, beda MA beda pula pendapat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hukuman potong rambut dinilai sudah tidak edukatif lagi dan perlu dibuat formula baru dalam pendisiplinan siswanya.
"Harusnya kita lebih mencari formula yang edukatif. Sebab pendisiplinan itu cenderung dimaknai konotasinya dengan hukuman padahal paradigmanya itu pengembangan perilaku. Kalau hukuman itu efektif hanya untuk jangka pendek, tapi perilaku ke depannya belum tentu anak mau mengikuti aturan dan norma,"
sumber detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar